Judul:
Jangan
Galau, Ukhti
Penulis:
Sasa
Esa Agustiana
ISBN:
978-979-3838-41-0
Ukuran:
13
x 20 cm
Halaman:
xiv
+ 122
Terbit:
Oktober
2012
Penerbit:
Khazanah
Intelektual
Harga:
Rp.
35.000,-
Galau. Kata yang artinya pikiran yang kacau tidak keruan ini seperti terdengar lebih akrab di telinga kita akhir-akhir ini. Entah karena musisi kita yang kerap menyanyikan lagu-lagu bertema galau, entah karena banyaknya curhatan di media sosial yang bernada galau, atau entah karena rasa tersebut memang tengah melanda sebagaian besar penduduk Indonesia saat ini. Dan, karena jumlah penduduk negeri ini didominasi oleh kaum perempuan, kegalauan pun sepertinya lebih sering menimpa (atau paling tidak disuarakan) oleh kaum Hawa.
Banyak hal yang dapat membuat seorang perempuan atau
ahkwat galau. Dari pencarian ikhwan yang akan menjadi bapak dari anak-anaknya
kelak, cobaan menjelang hari pernikahan, perselisihan pendapat dengan suami
tentang satu permasalahan rumah tangga, tidak kunjung datangnya buah hati,
stres menghadapi anak yang sepertinya susah untuk dididik atau diarahkan, serta
momok paling menakutkan dalam kehidupan berumah tangga bagi sebagian besar
muslimah yang bernama poligami.
Kalau sudah demikian, apalagi yang dapat dilakukan
seorang ukhti selain curhat kepada sahabat atau orang yang dipercaya dapat
memberikan solusi atas permasalahannya. Sebagai tempat curhat, hal itulah yang
kerap dialami penulis buku ini. Tidak jarang ada yang menyampaikan
permasalahannya tersebut dengan berurai air mata. Ya, mananya juga wanita.
Jangan salahkan mereka karena mudah menitikkan air mata manakala suasana
hatinya tengah dilanda galau. Memang,
menangis kadang tidak menyelesaikan masalah. Namun bagi kita kauh Hawa, hal
tersebut paling tidak dapat meringankan beban perasaan dalam hati sehingga
kemudian galau itu agak berkurang.
Menghadapi situasi seperti ini, hal pertama yang
penulis lakukan adalah mendengarkan detil keluh kesah yang bersangkutan sebelum
akhirnya memberikan tausiyah. Bukan bermaksud menggurui, yang penulis lakukan
sekadar berbagi ilmu, seayat demi seayat sepengetahuannya. Alhamdulillah, tidak
jarang tausiyah-tausiyah yang disampaikannya mengena dan dapat menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi akhwat-akhwat galau tersebut yang kemudian
dirangkumnya dalam buku ini.
Memang, galau tidak bisa hilang begitu saja dengan
satu atau dua tausiyah. Penulis paham betul bahwa mungkin tausiyah yang
diberikan masih belum dapat menghilangkan atau paling tidak meredakan galau
yang saat ini tengah melanda ukhti semua. Tapi paling tidak, uraian tausiyah
tersebut dapat menjadi masukan, opini pembanding, serta alternatif pemecahan
masalah. Karena terkadang, si empunya permasalahan terlalu larut dalam masalah
yang dihadapi dan tidak menyadari bahwa sebenarnya pemecahan masalahnya cukup
simpel.
Sebagai solusi terakhir untuk mengatasi kegalauan
tersebut, penulis berpesan agar ukhti-ukhti bermunajat kepada Sang Maha Pemecah
Galau. Ya, kembalikan semua permasalahan kepada Allah Swt. yang sudah tentu
lebih mengetahui solusi atas permasalahan setiap hambanya. Perbanyaklah
panjatan doa dan perseringlah sujud dalam Shalat Malam. Ya, Allah Swt. tidak
akan pernah meninggalkan kita dan akan selalu berada di dekat kita sebagaimana
firman-Nya, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
tebersit dalam hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya.” (Q.S. Qaaf [50]: 16). Tentu saja, waktu paling utama untuk
bermunajat kepada-Nya adalah 2/3 malam yang akhir. Di waktu itulah ukhti bisa
curhat sebeas mungkin kepada Yang Maha Mendengar Doa dan Keluh Kesah hamba-Nya.
Sekelumit mengenai di “balik layar” curhatan
ukhti-ukhti dalam buku ini. Jika permasalahan yang dikemukakan dalam buku ini
sangat mengena, itu tidak lain karena memang permasalahan yang dicurhatkan
benar-benr riil. Ya, permasalahan tersebut dialami oleh sesama akhwat di
sekitar kita. Karenanya, buku ini seakan memotret berbagai sisi problematika
pra dan pasca nikah yang dihadapi oleh banyak akhwat yang sifatnya manusiawi.
Melalui buku ini, penulis mengajak ukhti sekalian
untuk bersama-sama menundukkan diri dan mengembalikan semua permasalahan kepada
Allah Swt. semata. Dia-lah dzat yang Maha Memiliki kehidupan dan kematian, yang
Maha Luas Rezeki dan Pengetahuan-Nya
yang kepada-Nya-lah tempat kita semua akan kembali. Seberat apa pun ujian yang
sedang dihadapi, insya Allah akan menjadi jalan penggugur dosa ukhti sehingga
sudah sepantasnyalah kita berjalan lebih dekat dengan-Nya, lebih kuat iman,
syukur, dan sabar agar tetap bersemangat. Tersenyumlah dan “say no to
galau!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar